Senin, 26 Desember 2011

TEORI PRODUKSI


PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Ilmu ekonomi adalah suatu telaah mengenai individu-individu dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang terbatas sebagai konsekuensi dari adanya kelangkaan. Kelangkaan berarti tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi sehingga memaksa manusia untuk membuat pilihan. Dengan melakukan pilihan, pemenuhan atas suatu kebutuhan tertentu memiliki implikasi mengorbankan kebutuhan lain.Teori ekonomi memberikan gambaran umum yang disederhanakan mengenai kegiatan-kegiatan ekonomi dan sifat-sifat hubungan ekonomi disertai dengan penerapan prinsip-prinsip ekonomi mikro. Ekonomi mikro menangani perilaku satuan-satuan ekonomi mencakup konsumen, pekerja, para penanam modal, pemilik tanah dan setiap individu yang memainkan peranan dalam fungsi perekonomian.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang teori produksi,yaitu bagaimana proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Proses yang dilakukan oleh perusahaan berupa kegiatan mengkombinasikan input (sumber daya alam) untuk menghasilkan output. Dengan demikian produksi merupakan proses transformasi perubahan dari input menjadi output. Produksi merupakan kegiatan inti di dalam aktivitas perusahaan. Tanpa adanya kegiatan produksi maka perusahaan tidak mampu beroperasi untuk menghasilkan produk. Kebijakan yang diambil pihak manajemen perusahaan dalam mengelola kegiatan produksi memiliki pengaruh besar pada efesiensi produksi yang nantinya berpengaruh pada biaya yang dikeluarkan dan harga produk yang harus ditetapkan.
  1. Rumusan Masalah
  1. Apa Pengertian produksi ?
  2. Apa yang dimaksud dengan produksi jangka panjang dan produksi jangka pendek ?
  3. Bagaimana produksi menggunakan 1 variabel dan produksi menggunakan 2 variabel ?



PEMBAHASAN
A.    Pengertian Produksi
Produksi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan manfaat dengan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi kapital, tenaga kerja, teknologi, managerial skill. Produksi atau memproduksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara input dan output. Produksi merupakan usaha untuk meningkatkan manfaat dengan cara mengubah bentuk (form utility), memindahkan tempat (place utility), dan menyimpan (store utility). Hubungan teknis yang dimaksud adalah bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan faktor produksi yang dimaksud. Untuk memproduksi dibutuhkan faktor-faktor produksi yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi. [1]Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam rumus, yaitu seperti berikut:
              Q= f(K,L,R,T)

 Faktor-faktor produksi antara lain adalah manusia (tenaga kerja = TK), modal (uang atau alat modal seperti mesin = M), SDA (tanah = T) dan skill (teknologi =T). Bila faktor produksi tidak ada maka tidak ada juga produksi. Produksi yang dihasilkan tanpa penggunaan teknologi, modal dan manusia disebut produksi alami, yaitu produksi yang dilakukan oleh proses alam, sedangkan produksi yang dilakukan dengan menggunakan modal, teknologi dan manusia disebut produksi rekayasa.
Produksi alami bersifat eksternal, efisiensi dan efektifitasnya tidak dapat dikontrol oleh manusia, sehingga kelebihan atau kekurangan adalah merupakan hal yang harus diterima oleh pemakai.  Namun produksi yang paling utama adalah manusia dan tanah (SDA).
Kebutuhan produsen adalah bagaimana menghasilkan barang dengan menggunakan biaya yang relatife kecil untuk mendapatkan output yang relatife besar (memuaskan).

B.     Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Untuk menghasilkan jumlah output tertentu, perusahaan menentukan kombinasi pemakaian input yang sesuai. Jangka waktu analisis terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan produksi dapat dibedakan menjadi jangka pendek dan jangka panjang. Analisis terhadap kegiatan produksi perusahaan dikatakan berada dalam jangka pendek apabila sebagian dari faktor produksi dianggap tetap jumlahnya (fixed input).[2]
Dalam jangka pendek tersebut perusahaaan tidak dapat menambah jumlah faktor produksi yang dianggap tetap. Faktor produksi yang dianggap tetap misalnya modal seperti mesin dan peralatannya,bangunan perusahaan dll. Sedangkan dalam jangka penjang semua faktor produksi dapat mengalami perubahan. Berarti dalam jangka panjang setiap faktor produksi dapat ditambah jumlahnya kalau memang diperlukan. Dalam jangka panjang perusahaan dapat melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pasar.[3]
Dalam ekonomi, konsep jangka pendek mengacu pada kondisi dimana minimal terdapat satu input yang bersifat tetap jumlahnya. Jangka panjang adalah periode waktu dimana seluruh input bersifat variabel. Jangka waktu ini tidak ada hubungannya dengan periode waktu yang biasa kita kenal (tahun,bulan, hari) namun berkaitan dengan perusahaan dan sumber daya yang dibicarakan. Dalam suatu industri mungkin jangka pendek berarti satu bulan namun industri lain mungkin satu tahun.[4]
1.      Produksi Dalam Jangka Pendek
Dalam jangka pendek perusahaan memiliki input tetap dan menentukan berapa banyaknya input variabel yang harus dipergunakan. Untuk membuat keputusan, pengusaha akan memperhitungkan seberapa besar dampak penambahan input variabel terhadap produksi total. Misalnya input variabelnya adalah tenaga kerja dan input tetapnya adalah modal. Apabila tenaga kerja yang dipergunakan sebanyak 0, produksi juga nol. Ini berarti proses produksi tidak akan menghasilkan output apabila hanya mempergunakan satu macam input. Apabila jumlah tenaga kerja yang dipergunakan semakin banyak, makan output meningkat.
2.      Produksi Dalam Jangka Panjang
Jangka panjang suatu proses produksi tidak bisa diukur dengan waktu tertentu, misalnya 10 tahun, 5 tahun, 15 tahun dan seterusnya. Jangka panjang suatu proses produksi adalah jangka waktu di mana semua input atau faktor produksi yang dipergunakan untuk proses produksi bersifat variabel. Dengan kata lain, dalam jangka panjang tidak ada input tetap.

1.1.Produksi dengan Menggunakan Satu (1) Variabel
Hubungan produksi dimana terdapat satu variabel, dan lainnya tetap biasanya berlaku hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang, yaitu apabila faktor variabel itu ditambah terus, maka output semakin lama akan semakin menurun secara rata-rata, dikarenakan semakin besarnya faktor pembagi sementara faktor yang dibagi tetap. Dan bila hal ini dilakukan terus, maka produksi totalpun akan semakin menurun, dikarenakan faktor produksi tetap semakin jenuh atau kehabisan nilainya, misalnya tanah yang kehabisan unsur haranya sehingga mengurangi kesuburannya bila ditanami dan digarap secara terus menerus.
Berikut gambarannya :
Kurva Produksi Total, Produksi Marginal dan Produksi Rata-rata








 
























Yang dapat disimpulkan :
1.      Tahap I menunjukkan tenaga kerja yang masih sedikit, apabila ditambah akan meningkatkan total produksi, produksi rata-rata dan produksi marginal.
2.      Tahap II Produksi total terus meningkat sampai produksi optimum sedang produksi rata-rata menurun dan produksi marginal menurun sampai titik nol.
3.      Tahap III Penambahan tenaga kerja menurunkan total produksi, dan produksi rata-rata, sedangkan produksi marginal negatif.
           
a.       Produksi Marginal
*Tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu tenaga kerja yang digunakan.
            `                                                          


            MP   = Produksi Marginal
            DTP  = Pertambahan Produksi Total
            DMP = Pertambahan Tenaga Kerja

b.      Produksi rata-rata
*Produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja

DP = Produksi rata-rata
TP = Produksi Total
L   = Tenaga kerja

1.2.Produksi dengan Menggunakan 2 Variabel
Yaitu terdapat kombinasi antara dua faktor produksi untuk menghasilkan output (yang sama). Kombinasi itu bisa antara tanah dan tenaga kerja, TK dan modal, atau dengan teknologi (perkecualian, dengan teknologi, yang tidak mudah harus diubah, karena memerlukan waktu yang relative lama lama). Yang paling mudah dikombinasikan adalah antara faktor produksi TK dan modal. Dalam berproduksi, seorang produsen tentu saja diperhadapkan pada bagaimana menggunakan faktor produksinya secara efisien untuk hasil yang maksimum. Oleh karena itu, produsen akan berusaha mencari kombinasi terbaik antara dua faktor input tersebut.
Hasil produksi sama dalam teori ini akan ditunjukan oleh suatu kurva yang diberi nama isoquant curve (biasanya disebut isoquant sisi. Sedangkan biaya yang digunakan dalam rangka menghasilkan produk tersebut disebut isoqost (biaya sama).
a.      Isoquant (Kurva Produksi Sama)
Isoquant adalah kurva yang menggambarkan kombinasi dua macam input (faktor produksi) untuk menghasilkan output/produksi yang sama jumlahnya. Bentuk kurva isoquant bermacam-macam, bisa liniar apabila kombinasi antara input tersebut akan memberikan perubahan yang proporsional bila salah satunya berubah, dan dapat juga cembung dari titik orgin (seperti kurva indifference). Yang terpenting adalah bahwa isoquant tidak berupa garis lurus vertical maupun horizontal, karena lazimnya tidak mungkin untuk menghasilkan barang dalam jumlah tak hingga atau nol dengan menggunakan jumlah faktor produksi terbatas. Oleh karena itu dalam kurva isoquant akan terdapat batas atas, yaitu titik merupakan kombinasi input dalam jumlah tidak ada atau 0 dan batas bawah yang merupakan kombinasi tak hingga dari input.


 










Ciri-ciri isoquant :
1.      Mempunyai kemiringan negatif
2.      Semakin ke kanan kedudukan isoquant menunjukkan semakin tinggi jumlah output
3.      Isoquant tidak pernah berpotongan dengan isoquant yang lainnya
4.      Isoquant cembung ke titik origin.
b.      Isoqost (Garis Ongkos Sama)
Isoqost  adalah suatu kurva yang menggambarkan biaya yang dikeluarkan oleh produsen dalam rangka berproduksi dengan menggunakan beberapa faktor input tertentu. Isoqost membatasi dan membedakan kemampuan produksi dan produsen. Semakin besar isoqost nya, maka makin besar pula hasil yang dapat diperoleh. Sebaliknya, semakinmkecil isoqost semakin kecil hasilnya.
Kurva isoqost dapat berslope negatif dan positif. Negatif apabila ada penambahan satu unit input akan menyebabkan penurunan pemakaian input lain. Sebaliknya bila input lain dikurangi maka akan menyebabkan input yang ssatunya akan bertambah. Kemudian kuva isoqost dapat berslope positif, yaitu hanya sebagai pemuasan kebutuhan yang dipetakan oleh kurva indifference sifatnya tidak efisien, karena bila produsen menambah input yang satu, maka input yang lainnya juga bertambah, dan begitu juga sebaliknya.


[1] Soeharno.TS.,Teori Mikro Ekonomi.,(Andi Yogyakarta : 2007) hal. 67
[2] Sugiarto dkk, Ekonomi Mikri sebuah kajian komprehensip.,(PT Sun : Jakarta 2005) hal.204
[3] Ibid
[4]  Catur Sugiyanto.,Ekonomi Mikro.,(BPFE : Yogyakarta 2002) hal. 62

MONETER & INSTRUMENNYA


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Keberadaan uang dalam sebuah perekonomian suatu negara sangatlah penting, peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menciptakan keseimbangan perekonomian dalam negera tersebut. Salah satunya adalah kebijakan moneter dimana pemerintah melakukan kebijakan dalam pengendalian besaran moneter (monetery aggregates) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian. Misalnya mengendalikan jumlah uang yang beredar, uang primer atau kredit perbankan.
            Kebijakan moneter ini merupakan kebijakan ekonomi makro yang mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara, serta faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya. Untuk pelaksanaan kebijakan moneter antara satu negara dengan negara lainnya dilakukan secara berbeda tergantung kepada tujuan yang ingin dicapai suatu negara tersebut.
            Dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu kebijakan moneter khususnya di Indonesia. Selain itu kita juga akan membahas instrumen-instrumen  yang dilakukan dalam kebijakan moneter tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari kebijakan moneter ?
2.      Apa saja instrumen-instrumen yang ada dalam kebijakan moneter tersebut ? dan Instrumen manakah yang paling berperan dalam kebijakan pemerintah tersebut ?






PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Yang dimaksud dengan kondisi yang lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi.[1]
Kebijakan moneter diarahkan kepada pengaturan jumlah uang beredar dalam masyarakat yang sejalan dengan perkembangan seluruh sektor ekonomi. Dengan mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat, otoritas moneter akan dapat mempengaruhi nilai uang dan suku bunga sedemikian rupa sehingga perkembangannya akan mampu mendorong perekonomian ke arah yang diinginkan sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.[2] Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian penting dari kebijakan ekonomi makro, penerapan kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan penerapan  kebijakan ekonomi lainnya seperti fiskal,kebijakan sektor riil dan lain-lain. kebijakan moneter bersinergi dengan kebijakan sektor lain ditujukan untuk mendukung tercapainya target yang diinginkan dalam ekonomi makro.
Terpeliharanya stabilitas moneter adalah salah satu dimensi stabilitas nasional yang merupakan bagian integral dan sasaran pembangunan nasional. Stabilitas moneter yang baik mempunyai pengaruh luas terhadap kegiatan perekonomian, termasuk di antaranya kegiatan di sektor perbankan.[3] Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.[4]

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.       Kebijakan moneter ekspansif / monetary expansive policy adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar
2.      Kebijakan moneter kontraktif / monetary contractive policy adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.[5]

B.     Instrumen Kebijakan Moneter
Jumlah uang beredar dalam analisis ekonomi makro, memiliki pengaruh penting terhadap tingka output perekonomian, juga terhadap stabilitas harga-harga. Uang yang beredar terlalu tinggi tanpa disertai kegiatan produksi yang seimbang, akan ditandai dengan naiknya tingkat harga-harga pada selurub barang dalam perekonomian atau dikenal dengan istilah inflasi. Kebijakan moneter dalam perekonomian modern dilakukan dengan berbagai intrumen yaitu operasi pasar terburka (open market operation) penentuan tingkat bunga, ataupun penentuan besarnya cadangan wajib dalam sektor perbankan. Sektor yang paling berperan dalam berlangsungnya kebijakan moneter adalah sektor perbankan. Melalui sektor perbankan itulah pemerintah mencoba menerapkan kebijakan-kebijakan moneternya dengan menggunakan instrumen tersebut[6]
Diluar tiga instrumen tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (Moral persuasion).
1.      Operasi Pasar Terbuka
Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka (open market operation) adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang yang beredear dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (goverment securities). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual surat-surat berharga. Dengan demikian uang yang ada dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah akan membeli kembali surat-surat berharga tersebut.[7]
Dalam kaitan ini penjualan surat-surat berharga oleh bank sentral akan mempunyai dampak kontraksi moneter karena pengurangan alat-alat likuid bank-bank akan memperkecil kemampuan bank-bank memberikan pinjaman. Sebaliknya pembelian surat-surat berharga oleh bank sentral akan membawa dampak ekspansi moneter karena peningkatan alat-alat likuid bank-bank akan memperbesar kemampuannya dalam pemberian pinjaman. OPT dilaksanakan untuk memengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan memengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah melalui Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sementara itu, kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh bank sentral untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.[8]
2.      Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjamkan ke bank sentral. Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga pinjaman. Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sebaliknya bank akan menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang. Karena hal ini mengurangi keinginan bank-bank meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar dapat ditekan.
Peranan bank sentral sebagai suatu sumber pinjaman atau tempat untuk mendiskontokan surat-surat berharga tersebut dapat digunakan oleh bank sentral sebagai suatu alat untuk mengendalikan jumlah penawaran uang dan tingkat kegiatan ekonomi. Dalam keadaan dimana kegiatan ekonomi berada di bawah tingkat yang mewujudkan kesempaan kerja yang tinggi, bank sentral dapat mempertinggi kegiatan ekonomi dengan menurunkan suku diskonto. Dengan penurunan suku diskonto, biaya yang harus dibayar oleh bank-bank perdagangan untuk meminjam dari bank sentral menjadi lebih murah. Ini akan menggalakkan mereka untuk memberikan lebih banyak pinjaman. Sebaliknya, apabila bank sentral ingin mengurangi kegiatan ekonomi yang sudah mencapai tingkat yang terlalu tinggi, suku diskonto perlu dinaikkan. Kenaikkan suku diskonto ini akan mendorong bank-bank perdagangan menaikkan suku bunga ke atas pinjaman-pinjaman yang diberikannya. Oleh karenanya para pengusaha enggan membuat pinjaman baru dan pelanggan-pelanggan yang telah membuat pinjaman akan mengembalikan pinjaman yang dibuat pada masa lalu. Pada akhirnya kegiatan ekonomi negara aka menurun.[9]
3.      Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar, jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding sebelumnya. Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio. Contohnya jika rasio cadangan wajib mulanya hanya 10 %, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat mengalir pinjaman sebesar 90 % dari deposito yang diterima perbankan. Dengan demikian angka multiplier uang dari sistem perbankan adakag 10.  Bila rasio cadangan wajib diperbesar menjadi 20 %, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, sistem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar 80%. Angka multiplikasi uang dari sistem perbankan menurun menjadi 5, dengan demikian jumlah uang beredar di masyarakat akan berkurang, sebaliknya yang terjadi bila pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Sebab penurunan rasio tersebut akan memperbesar angka muliplikasi uang, yang berarti akan meningkat jumlah uang beredar.
4.      Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.



[1] Pratama Rahardza, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Markoekonomi) edisi ke-3., Jakarta : Lembaga Pusat Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2008.,hal. 435
[2]Aulia Pohan,Potret Kebijakan Moneter Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada 2008 hal. 11
[3] Ibid hal.11
[6] Mustafa Edwin Nst dkk.,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam Bab Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta : Kencana 2000) hal. 261
[7] Pratama Rahardza, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Markoekonomi) edisi ke-3., Jakarta : Lembaga Pusat Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2008.,hal. 435-436
[8] [8]Aulia Pohan,Potret Kebijakan Moneter Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada 2008 hal. 33
[9] Sadono Sukirno,.Marko Ekonomi Teori Pengantar Edisi 3.,(Jakarta : PT RajaGrafindo Persada 2006) hal.312