Sabtu, 22 Oktober 2011

Hukum Perlindungan Konsumen ditinjau dari Aspek Hukum Publik & Perdata


PENDAHULUAN
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen : Pasal 1 butir 2 :“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Sebelum perlindungan konsumen secara tegas dikenal dan berkembang pengertian konsumen lebih cenderung identik dengan pengertian masyarakat dalam perkembangan hal-hal yang menyangkut masalah industri, perdagangan, kesehatan dan keamanan, perundangan-undangan yang disusun pada waktu itu, pada setiap konsiderannya menyebutkan kepentingan masyarakat ataupun kesehatan rakyat/warga negara dalam pengertian yang luas.
Hukum perlindungan konsumen ini di bentuk demi kepentingan konsumen yang  dalam hal ini fisik maupun sosial ekonomi konsumen. Dalam hal fisik konsumen yaitu yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan/ atau jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap perolehan barang atau jasa konsumen, barang atau jasa tersebut harus memenuhi kebutuhan hidup dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan jiwanya)”. Sedangkan dalam hal sosial ekonomi Setiap konsumen dapat memperoleh hasil optimal dengan penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang atau jasa kebutuhan hidup mereka. Untuk keperluan itu, tentu saja konsumen harus mendapatkan informasi yang benar dan bertanggungjawab tentang produk konsumen tersebut, yaitu informasi yang informatif tentang segala sesuatu kebutuhan hidup yang diperlukan.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang aspek hukum yang berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen yaitu hukum perdata maupun hukum publik.





PEMBAHASAN
Hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN dalam banyak aspek berkorelasi erat dengan hukum-hukum perikatan perdata, tidak berarti hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN semata –mata ada dalam wilayah hukum perdata. Ada aspek –aspek  Hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN yang berada dalam hukum public, terutama hukum pidana dan hukum administrasi Negara. Jadi, tepatnya hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN ada di wilayah hukum Privat (perdata) dan diwilayah hukum Publik.[1]
            Dalam membangun hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN dengan kerangka sistem hukum Indonesia adanya kaitan antara Hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN dengan peraturan UU yang mempunyai tujuan memberikan perlindungan kepada konsumen. Sebagaimana diketahui , hubungan hukum dapat ditinjau dari sisi hukum administrasi, perdata, pidana dan hukum acara, baik acara perdata dan pidana. Terjadi fenomena kelahiran bidang hukum baru seperti hukum ekonomi dan hukum bisnis sangat mempengarui cara penempatan hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN dalam dua bidang hukum ekonomi yaitu hukum ekonomi pembangunan dan ekonomi social.[2]
            Mengingat ruang lingkup hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN yang demikian luas, tidak tertutup kemungkinan bidang-bidang hukum baru mempunyai titik taut yang erat dengan hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN. Perbedaan hukum  kedalam area hukum public dan privat (perdata) sebagaimana dikenal dalam sistem eropa continental(civil law sistem), akan mengalami kesulitan untuk memasukkan bidang hukum yang baru muncul.
            Bidang hukum acara ,khususnya dalam bidang pembuktian juga mempunyai keterkaitan dengan hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN. Hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN sebenarnya didukung oleh ilmu-ilmu lain yang berada dalam disiplin hukum. Dalam hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN, objek formulanya antara lain dapat berupa hukum keperdataan, hukm pidana, tata Negara, transnasional dan seterusnya. Objek formal hukum keperdataan dapat pula dipecah lagi menjadi hukum perikatan dan hukum banda. Hal ini sama juga dapat dilakukan oleh hukum pidana, tata negara , transnasional dan bidang hukum lain.
            Hukum dagang merupakan bagian hukum perdata lebih tegas lagi dikatakan bahwa hukum dagang merupakan hukum perdata khusus. Dalam hukum perdata, adanya asas kebebasan berkontrak (partij autononie) mendorong pihak –pihak yang terlibat dalam hubungan keperdataan melakukan jenis-jenis perjanjian baru. 
Dalam hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN, aspek perjanjian ini merupakan factor yang sangat penting, walaupun bukan factor mutlak yang harus ada. Dalam perjalanan sejarah hukum PERLINDUNGAN KONSUMEN , pernah ada suatu kurun waktu yang menganggap unsure perjanjian mutlak yang harus ada lebih dahulu, barulah konsumen dapat memperoleh pelindungan yuridis dari lawan sengketanya.
Adanya hubungan hukum berupa perjanjian tentu saja sangat membantu memperkuat posisi konsumen dalam berhadapan dengan pihak yang merugikan hak-haknya. Dalam perikatan dikarenakan adanya perjanjian, para pihak bersepakat untuk mengikat diri melaksanakan kewajiaban masing-masing dan untuk itu masing-masing memperoleh hak-haknya.. Kewajiban yang dinamakan prestasi  dan agar perjanjian itu memenuhi harapan kedua pihak,masing-masing perlu memiliki itikad baik untuk memenuhi prestasinya secara tanggung jawab. Dan peranan hukum untuk memastikan bahwa kewajiban memang dijalankan dengan penuh tanggung jawab sesuai kesepakatan semula.
Jika terjadi pelanggaran dari kesepakatan atau yang lazim disebut wanprestasi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhannya berdasarkan perjanjian. Pengadilan yang memutus apakah gugatan tersebut dibenarkan. Selain perjanjian sumber perikatan lainnya adalah: UU yang dibedakan dalam pasal 1352KUHPerdata menjadi; perikatan yang memang ditentukanUU dan perikatan yang timbul karena perbuatan orang .
Adapun kriteria perikatan yang timbul karena perbuatan orang lain ada yang memenuhi kebutuhan yang disebut perbuatan menurut hukum dan tidak memenuhi ketentuan menurut hukum disebut PMH.
1.      Perikatan berupa perbuatan menurut hukum dalm KUHPerdata ada 2 yaitu
a.       Wakil tanpa kuasa(zaakwaarneming) yang diatur dalam pasal 1354 s.d 1358
b.      Pembayaran tanpa hutang yang diatur dala pasal 1359 s.d 1364
2.      PMH sangat penting untuk dicermati lebih lanjut karena paling memungkinkan untuk digunakan oleh konsumen sebagai dasar yuridis penuntutan terhadap pihak lawan sengketanya.[3]


A.    Aspek  hukum keperdataan
Yang dimaksud hukum perdata yakni dalam arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat). Aspek keperdataan yang dimaksud yaitu segala yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban konsumen yang bersifat keperdataan. Beberapa hal yang dinilai penting dalam hubungan konsumen dan penyediaan barang dan atau jasa (pelaku usaha) antara lain:
1.      Hal-hal yang berkaitan dengan Informasi
Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadai informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang inginkan/sesuai kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahn dalam penggunaan.[4]
Bagi konsumen, informasi tentang barang dan atau jasa merupakan kebutuhan pokok sebelum menggunakan sumber dananya untuk mengadakan transaksi konsumen tentang barang /jasa. Dengan transaksi konsumen dimaksudkan diadakannya  hubungan hukum (jual beli,beli-sewa,sewa-menyewa,pinjam meminjam,dan  sebagainya) tentang produk konsumen dengan pelaku usaha itu.[5]
 Informasi tersebut meliputi tentang ketersediaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat, kualitas produk, keamanannya, harga, cara memperolehnya, jaminan atau garansi produk, dan tersedianya pelayanan. Beberapa bentuk informasi di antara berbagai informasi tentang barang atau jasa konsumen yang diperlukan konsumen, yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber dari kalangan pelaku usaha. Terutama dalam bentuk iklan atau label, sedang untuk produk hasil industri lainnya, informasi  tentang produk itu terdapat dalam bentuk standar yang ditetaPerlindungan Konsumenan oleh pemerintah, standar internasional, atau standar lain yang ditetaPerlindungan Konsumenan oleh pihak yang berwenang.
Dari kalangan usaha (penyedia dana, produsen, importir, atau lain-lain pihak yang berkepentingan), diketahui sumber-sumber informasi itu umumnya terdiri dari berbagai bentuk iklan baik melalui media nonelektronik atau elektronik label termasuk pembuatan selebaran, seperti brosur, pamflet, katalog, dan lain-lain sejenis dengan itu. Bahan-bahan informasi ini pada umumnya disediakan atau dibuat oleh kalangan usaha dengan tujuan memperkenalkan produknya, mempertahankan, dan/atau meningkatkan pangsa produk yang telah dan/atau ingin lebih lanjut diraih. Adapun label merupakan informasi yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan tertentu.[6] Seorang pengusaha yang baik adalah yang beritikad baik, itikad baik demikian dapat dilihat dengan upayanya memberikan informasi yang sebenarnya, secara jujur dan sejelas-jelasnya tentang kondisi dan jaminan dari produknya, baik mengenai soal penggunaannya,perbaikannya, maupun pemeliharaannya.
2.      Beberapa Bentuk Informasi
Di antara berbagai informasi tentang barang atau jasa konsumen yang diperlukan konsumen, tampaknya yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber dari para pengusaha. Terutama dalam bentuk iklan atau label, tanpa mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi pengusaha lainnya.
A.    Tentang Iklan
Periklanan merupakan media informasi sangat penting dalam rangka promosi atau pemasaran produk. Media ini malahan dipandang sebagai sarana terpenting dari sejumlah media pemasaran yang dikenal dengan perdagangan. Dengan demikian, periklanan sangat erat sekali hubungannya dengan dunia usaha, karena media iklan merupakan jembatan penting antara pelaku usaha dan konsumen. Media periklanan dapat dibedakan ke dalam tig jenis, yakni : 1. Media lisan, 2. Media cetak, seperti surat kabar, majalah, brosur, pamflet, selebaran; 3. Media elektronik, seperti televisi, radio, komputer atau internet. Dari sejumlah jenis media tersebut, media yang paling efektif dan paling berpengaruh sekarang ini dalam periklanan adalah media televisi.[7]
KUHPerdata (kitab undang-undang perdata) dan/atau KUHD (kitab undang-undang hukum dagang tidak memberikan pengertian dan/atau memuat kaidah-kaidah tentang periklanan. Menurut ketentuan dari UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Pasal 9 ayat (1) berbunyi :
“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah.........”
Sayangnya dalam undang-undang ini tidak dicantumkan apa yang dimaksud dengan iklan. Yang terdapat dalam perundang-undangan ini hanyalah berbagai larangan dan suruhan berkaitan dengan periklanan saja.[8] Iklan adalah bentuk informasi yang umumnya bersifat sukarela, sekalipun pada akhir-akhir ini termasuk juga yang diatur didalam UU tentang Perlindungan Konsumen (pasal 9.10.12,13,17 dan pasal 20).
B.     Tentang Label
Label yang merupakan informasi produk konsumen yang bersifat wajib ini, ditetaPerlindungan Konsumenan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Ketentuan tersebut terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan.[9]
1.      UU Barang, UU No. 10 tahun 1961, memberikan informasi tentang barang. Pasal 2 ayat (4) UU ini menentukan:
“Pemberian nama dan /atau tanda-tanda yang menunjukan asal, sifat, susunan bahan, bentuk banyaknya dan kegunaan barang-barang yang baik diharuskan maupun tidak diperoleh dibubuhkan atau dilekatakn pada barang pembungkusannya, tempat barang-barang itu diperdagangkan dan alat-alat reklame, pun cara pembubuhan atau melekatkan nama dan /tanda –tanda itu”.
2.      Baik produk makanan, maupun obat diwajibkan mencantumkan label pada wadah atau pembukusnya. UU No.23/1992 tentang Kesehatan, ketentuan tentang pelabelan makanan ditegaskan lebih lanjut. Setiap makanan yang dikemas wajib diberi tanda atau label (pasal 21 ayat 2) yang memuat keterangan tentang :
a.       Bahan yang dipakai
b.      Komposisi setiap bahan
c.       Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa
d.      Ketentuan lainnya; dinyatakn bahwa”ketentuan lainnya misalnya pencantuman kata atau tanda halal menjamin bahwa makanan dan minuman dimaksud diproduksi dan diproses sesuai persyaratan makanan halal”
Perbuatan mengedarkan makanan tanpa label dinyatakan sebagai tindak pidana pelanggaran dengan ancaman pidana kurungan maksimum satu tahun dan/atau denda maksimum Rp.15.000.000,-. Dari uraian ini tampak bahwa informasi produk konsumen itu dapat ditemukan dalam penandaan atau informasi lain. pada penandaan,label atau etiket informasi yang bersifat wajib dilakukan dengan sanksi-sanksi administratif dan/atau pidana tertentu apabila tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan etiket dan/atau label tersebut.
C.     Hal-hal yang berkaitan dengan perikatan
Hubungan hukum dan/ atau masalah antara konsumen dengan penyedia barang atau penyelenggara jasa, umumnya terjadi melalui suatu perikatan, baik karena perjanjian atau karena undang-undang. Perikatan itu dapat terjadi secara tertulis maupun tidak tertulis, tergantung bagaimana suasana hukum di lingkungan terjadinya perikatan itu.
Dalam KUHPerdata Buku ke 3, tentang perikatan (Van Verbintenissen), termuat ketentuan-ketentuan tentang subyek hukum dari perikatan , syarat-syarat pembatalannya dan berbagai bentuk perikatan yang dapat diadakan(pasal 1233). Perikatan yang terjadi karena undang-undang, dapat timbul karena undang-undang   , baik karena undang-undang maupun sebagai akibat dari perbuatan seseorang . Perbuatan itu dapat perbuatan yang diperbolehkan (halal) atau perbuatan yang melanggar Hukum(Pasal 1352,1353 dan seterusnya). Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian , tidak dipenuhinya atau dilanggarnya butir-butir perjanjian itu, setelah dipenuhinya syarat tertentu, dapat mengakibatkan terjadinya cidera-janji( wanprestasi).
B.     Aspek Hukum Publik
Hukum publik adalah aturan-aturan hukum yang mengatur kepentingan umum sehingga yang melaksanakan adalah terutama pemerintah. Jika hukum perdata hukum yang umum berlaku yang memuat ketentuan orang dalam masyarakat pada umumnya sedangkan hukum publik memuat aturan tugas-tugas atau kewajiban negara dan mengakibatkan hak-hak perorangan dicampuri oleh alat perlengakapan negara. Termasuk hukum publik dalam kerangka hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan/atau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional.[10]
1.      Hukum Administasi Negara
Hukum administrasi negara mengatur penataan dan kendali pemerintah terhadap berbagai kehidupan kemasyarakatan di antaranya membuat peraturan perundang-undangan, pemberian izin atau lisensi, mengadakan perencanaan dan pemberian subsidi. Pelaksanaan fungsi pemerintah dalam menumbuhkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum diselenggarakan dengan menjalankan kewenangan pembinaan dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan yang diselenggarakan masyarakat.
Campur tangan administratur negara idealnya harus dilatarbelakangi iktikad baik melindungi masyarakat luas dari bahaya. Pengertian bahaya disini terutama berkenaan dengan kesehatan dan jiwa. Itulah sebabnya, sejak prakemerdekaan peraturan-peraturan tentang produk makanan, obat-obatan, dan zat-zat kimia, diawasi secara ketat. Syarat pendirian perusahaan yang bergerak dibidang tersebut dan pengawasan terhadap proses produksinya dilakukan ekstra hati-hati.  Sanksi dalam hal pelanggaran atas peraturan-peraturan ini disebut sanksi administratif, yang pada umumnya ditujukan kepada para produsen maupun penyalur hasil-hasil produknya. Sanksi administratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan Pemerintah RI kepada pengusaha/penyalur jika terjadi pelanggaran, izin-izin itu dapat dicabut secara sepihak oleh pemerintah[11]
Hukum Administrasi:
a.       Peraturan yang berhubungan dengan pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan barang.
b.      Peraturan yang berhubungan dengan praktik penjualan.
c.       Peraturan yang berhubungan dengan lingkungan hidup
2.      Hukum Pidana
Bagaimana hukum pidana mengatur perbuatan yang merugikan konsumen, walaupun KUHP tidak menyebutkan kata “konsumen” tetapi secara implisit dapat ditarik dalam beberapa pasal yang terdapat dalam KUHP yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen. antara lain dalam pasal 328 :
“Barangsiapa yang menjual,menawarkan atau menyerahkan makanan,minuman, atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu palsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 383: penjual menipu pembeli tentang berbagai barang, keadaan, sifat dst.Pasal 386: menyangkut khusus barang makanan, minuman dan obat-obatan. Pasal 386 ayat 2: barang makanan, minuman dan obat-obatan palsu yaitu yang harga dan guna obat tersebut menjadi berkurang karena telah dicampur dengan bahan-bahan lain. Dst.
3.      Hukum Transnasional
Sebutan hukum “transnasioanal” mempunyai dua konotasi. Pertama, hukum transnasional yang berdimensi perdata, yang lazim disebut hukum perdata internasional. Kedua, hukum internasional yang berdimensi publik, yang biasanya disebut dengan hukum internasional publik. Hukum perdata internasional sesungguhnya bukan hukum yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari hukum perdata nasional. Hukum perdata internasional hanya berisi petunjuk tentang hukum nasional mana yang akan diberlakukan jika terdapat kaitan lebih dari satu kepentingan nasional. Melalui petunjuk inilah lalu ditentukan hukum atau pengadilan mana yang akan menyelesaikan perselisihan hukum tersebut.
            Salah satu resolusi yang pernah dicetuskan oleh perserikatan bangsa-bangsa adalah tentang perlindungan konsumen terakhir, masalah ini dimuat dalam resolusi No.39/248 Tahun 1985. Di dalam Guidelines for consumer pontection (bagian tiga prinsip-prinsip umum) dinyatakan hal-hal apa saja yang dimaksud dengan kepentingan konsumen (legitimate needs) itu :[12]
1.      Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya
2.      Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial ekonomi konsumen
3.      Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan mereka kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi.


KESIMPULAN
            Hukum Publik maupun privat sangat mempengaruhi hukum perlindungan konsumen, dalam aspek keperdataan membahas tentang hak-hak dan kewajiban konsumen. Dan juga hal-hal yang membahas tentang pelaku usaha sebagai penyedia barang atau jasa. Seperti tentang informasi yang harus diberikan kepada para konsumen, informasi yang benar-benar sesuai dengan kualitas barang/jasa yang disediakan oleh para pelaku usaha.



[1] Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia.( Grasindo:Jakarta,2004).hlm 13
[2] Munir fuadi, hukum bisnis dalam teori dan praktik, buku II (bandung:Citra Aditiya Bakti,1994)hlm.205
[3]Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen  kajian teoritis dan perkembangan pemikiran.( cet 1 FH Unlam Press:Banjarmasin.2008). hlm 29-32
[4] Ahmad Miru dan Sutarman Yodo,Hukum Perlindungan Konsumen, (PT RajaGrafindo Persada 2004) hlm.41
[5] Celina Tri Siwi Kristiyani, Hukum Perlindungan Konsumen,(Sinar Grafika : Jakarta 2009) hlm.70
[6] Ibid hlm.55-57
[7] N.H.T Siahaan.,Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, (Pantai Rei : Bogor 2005) hal.126-129
[8] Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen.,(Diadit Media : Jakarta : 2002) hlm.57-58
[9] Ibid hal.68-67
[10] Ibid hal.108-109
[11] Celina Tri Siwi Kristiyani, Hukum Perlindungan Konsumen,(Sinar Grafika : Jakarta 2009) hlm.81-82

[12] Shidarta,op.cit.,hlm.97