Sabtu, 22 Oktober 2011

Hal-hal Yang Dapat Terjadi Dalam Persidangan Pertama dalam Hukum Acara Peradilan Agama


PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Peradilan agama di Indonesia merupakan sarana yang khusus mengatur kekuasaan kehakiman bagi mereka yang beragama islam dalam menegakkan hukum dan keadilan dalam bidang hukum perdata sosial kekeluargaan berdasarkan nilai-nilai hukum Islam. Peradilan agama merupakan suatu keputusan produk pemerintahan atau menyampaikan hukum syar’i dengan jalan penetapan. Selain itu juga menyelesaikan sengketa antara dua pihak dengan hukum Allah. Lembaga ini menyelesaikan perkara dengan hukum-hukum syara yang dipetik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam Proses peradilan agama dikenal dengan hukum acara peradilan agama dimana fungsinya adalah untuk melaksanakan hukum materiil perdata dalam hal ada pelanggaran atau untuk mempertahankan berlangsungnya hukum materiil perdata dalam hal tuntutan hak diperlukan rangkaian peraturan-peraturan hukum lain disamping hukum materiil perdata itu  senndiri. Peraturan hukum inilah yang disebut hukum formil atau hukum acara perdata.
            Dalam memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama (H.A.P.A) disini makalah kami membahas tentang hal-hal yang mungkin terjadi dalam sidang. Diantaranya membahas tentang pengugat dan tergugat,gugatan yang dapat digugurkan atau dicabut serta tentang perubahan gugatan.

2.      Rumusan Masalah
a.       Bagaimana jika pengugat tidak hadir sedangkan tergugat hadir, dan bagaimana pula jika pengugat dan tergugat tidak hadir dan bagaimana jika penggugat hadir sedangkan tergugat tidak hadir
b.      Bagaimana perubahan dan Pencabutan gugatan itu terjadi ?









PEMBAHASAN
A.    Pengugat dan Tergugat
1.      Pengugat dan Tergugat Tidak Hadir
Apabila pengugat dan tergugat sama-sama tidak hadir dalam sidang pertama, maka sidang harus ditunda dan para pihak dipanggil lagi sampai dapat dijatuhkan putusan gugur atau verstek  atau perkara dapat diperiksa atau sampai perkara dicoret dari register karena panjar biaya perkara telah habis.
2.      Pengugat Hadir Sedangkan Tergugat Tidak Hadir
apabila pengugat hadir pada sidang pertama, sedangkan tergugat tidak hadir dan tidak mengutus orang lain sebagai wakil atau kuasanya yang sah dan tidak pula mengajukan eksepsi permil, maka hakim ketua majelis dapat menjatuhkan salah satu dari dua alternatif,yaitu menjatuhkan putusan verstek yaitu pengugugat dianggap menang dan tergugat dianggap kalah sebagaimana diatur dalam pasal 149 R.Bg/pasal 125 HIR atau memanggil tergugat sekali lagi sebagaimana diatur dalam pasal 150 R.bg/Pasal 126 HIR. Sebelum pengadilan memutus dengan verstek,pengadilan dapat memanggil sekali lagi tergugat. Kalau ia dan kuasanya tidak juga datang menghadap maka ia akan diputus verstek.
3.      Pengugat Tidak Hadir dan Tergugat Hadir
Apabila tergugat hadir pada persidangan pertama sedangkan pengugat tidak hadir setelah dipanggil secara resmi dan patut dan tidak mengutus orang lain sebagai kuasanya yang sah dan tidak ternyata  kehadirannya disebabkan alasan yang dibenarkan undang-undang, maka majelis hakim memilih salah satu dari dua alternatif yaitu menjatuhkan putusan gugur berdasarkan pasal 148 R.Bg/Pasal 124 HIR atau memanggil pengugat/pemohon sekali lagi sebagai mana diatur dalam pasal 150 R.Bg/pasal 126 Hir.[1]
Pengugat tidak hadir ini disebut dalam kitab fiqh dengan istilah al-mudda’y al-gaib sedangkan putusan digugurkan disebut al-qada’u al-masqut.
4.      Pihak Meninggal Dunia
Jika proses perkara perdata sedang berlangsung, kemudian salah satu pihak meninggal dunia, baik pihak itu sendirian maupun gabungan, baik memakai kuasa atau tidak, jalannya perkara tetap tidak terhambat, yaitu dilanjutkan oleh ahli warisnya masing-masing. Akan tetapi dalam perkara yang tidak bisa dipindahkan ke lain orang seperi perkara gugatan cerai (oleh istri) terhadap suami (tergugat), bila salah seorang dari suami istri tersebut meninggal dunia, maka perkara tersebut dianggap selesai(gugur).
B.     Perubahan dan Pecabutan Gugatan
HIR dan R.Bg tidak mengatur tentang perubahan gugutan yang telah diajukan oleh pengugat. Oleh karena itu hakim leluasa untuk menentukan samapai sejauh mana perubahan itu dapat dilakukan oleh pihak pengugat. Sebagaimana patokan ditentukan bahwa perubahan surat gugat itu diperkenankan asalkan kepentingan kedua belah pihak harus tetap dijaga dan tidak menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak apabila surat gugat itu dirubah oleh pihak penggugat. Perubahan gugatan adalah merubah atau menambah gugatan dengan ketentuan sebagai berikut (kussunaryatun : 1995: 53)
a.       Perubahan gugatan tidak boleh merugikan pihak lawan
b.      Perubahan gugatan tidak boleh menyimpang dari asas-asas hukum acara perdata
c.       Perubahan gugatan tidak boleh menyimpang dari petitum atau tuntutan semula
d.      Perubahan sebelum jawaban tergugat diperbolehkan tanpa izin terguga
e.       Perubahan gugatan setelah jawaban tergugat harus dengan izin tergugat
f.       Perubahan gugatan harus memberikan kesempatan kepada pihak lawan untuk membela diri
g.      Perubahan gugatan dengam mengurangi petitum tidak boleh.[2]
Pencabutan gugatan yang telah didaftarkan dan diperiksa di pengadilan dapat dilakukan oleh pengugat dengan alasan sebagai berikut :
1.      Tuntutan pengugat telah dipenuhi oleh tergugat
2.      Adanya kekeliruan atau kesalahan dalam penyusunan gugatan

Syarat perubahan gugatan
Mahkamah agung dalam buku pedomannya menyebutkan persyaratan formil yaitu :
1.      Pengajuan perubahan pada sidang pertama dihadiri tergugat
2.      Memberi hak kepada tergugat menanggapi
3.      Tidak menghambat acara pemeriksaan[3]

Dalam hal perubahan gugatan, dalam praktik peradilan sering terjadi dalam bentuk :
1.      Diubah sama sekali, berarti gugatan itu diubah sama sekali baik posita maupun petitumnya. Dalam hal ini, putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1043 K/Sip/1971 tanggal 3 Desember 1974 hanya mengizinkan perubahan gugatan terhadap hal-hal yang tidak prinsip saja, tidak dibenarkan mengubah gugatan yang mengakibatkan terjadi perubahan pada posita sehingga mengakibatkan tergugat merasa dirugikan haknya untuk membela diri.
2.      Diperbaiki, maksudnya suatu perbaikan terhadap gugatan berarti hal-hal tertentu dari gugatan itu bisa diperbaiki. Misalnya ada kekurangan kata,kalimat,kesalahan ketik atau kelebihan kata-kata yang mesti harus dibetulkan.
3.      Dikurangi,suatu gugatan dikurangi berarti ada bagian-bagian tertentu dari posita atau petitum gugatan yang dikurangi. Dalam praktik peradilan, pengurangan dalam gugatan sering dikabulkan oleh hakim karena peraturan perundang-undangan memperbolehkannya,misalnya semula dalam gugatan empat bidang tanah,kemudian dikurangi menjadi dua bidang saja.
4.      Ditambah, suatu gugatan ditambah berarti bagian posita atau petitum dari gugatan itu ditambah. Hal ini bisa terjadi karena dalam posita sudah disebutkan tetapi dalam petitumnya tidak dicantumkan, dengan demikian perku ditambah dalam bagian posita atau petitum atau pada kedua-keduanya.[4]

Dengan demikian jelas, bahwa perubahan atau penambahan gugatan masih diperbolehkan selama dalam tahap pemeriksaan dan belum memasuki tahap pemeriksaan dan belum memasuki tahap kesimpulan dengan ketentuan sebagai berikut.
-          Jika gugatan belum dibacakan maka perubahan gugatan tidak perlu mendapat persetujuan tergugat.
-          Jika gugatan sudah dibacakan dan tergugat telah memberikan jawaban, maka perubahan gugatan hanya dapat dilakukan apabila telah mendapat izin dari tergugat.
-          Perubahan tersebut masih dalam koridor posita gugatan.

Pencabutan gugatan yang telah didaftarkan dan diperiksa dipengadilan dapat dicabut sewaktu-waktu dengan syarat sbg berikut :
1.      Sebelum tergugat mengajukan jawaban, gugatan dapat dicabut tanpa izin tergugat
2.      Apabila tergugat sudah mengajukan gugatan jawaban, gugatan dapat dicabut atas izin tergugat.[5]
Gugurnya gugatan :
Jika pada hari sidang yang telah ditentukan salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dan tidak mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap pada sidang tersebut, maka akan diberlakukan persidangan dengan acara istimewa, sebagaimana yang diatur dalam pasal 124 dan 125 HIR.”bila pengugat telah dipanggil secara patut, namun tidak mengahadap pengadilan negeri pada hari yang telah ditentukan,dan tidak pula menyuruh orang lain selaku wakilnya untuk menghadap,maka gugatannya dinyatakan gugur dan pengugat tersebut dihukum membayar biaya perkara. Namun demikian pengugat tersebut masih berhak memasukkan kembali gugutannya sekali lagi,setelah membayar biaya perkara tersebut.”
Untuk perkara yang pengugat atau tergugatnya lebih dari satu orang, maka pemeriksaan dengan acara istimewa tidak dapat diterapkan bila salah satu dari pihak tersebut ada yang hadir dipersidangan tersebut.[6]Seseorang yang mengajukan gugutan bermaksud menuntut haknya.kalau tergugat telah memenuhi tuntutan pengugat sebelum perkara diputuskan, maka tidak ada alasan lagi untuk melanjutkan tuntutannya  bagi pengugat. Oleh karena itu pengugat sepenuhnya berhak mencabut tuntutannya.kemungkinan lain sebagai alasan pencabutan gugatan ialah karena pengugat menyadari kekeliruannya dalam mengajukan gugatannya.[7]
Perubahan dan pecabutan gugatan diperkenankan,asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir,tetapi hal tersebut ditanyakan pada pihak lawan guna pembelaan kepentingannya.Perubahan bersifat menyempurnakan,menegaskan atau menjelaskan surat gugatan/permohonan dapat diijinkan,demikian dalam hal mengurangi gugatan.Perubahan dan/atau penambahan surat gugat tidak boleh menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut.Demikian pula dalam hal penambahan tuntutan, juga tidak dapat diijinkan.dalam hal yang demikian ini,maka surat gugatan harus dicabut kecuali jika diijinkan oleh tergugat.Apabila terjadi perubahan pihak dan perubahan petitum,harus dicatat dalam BAP dan dalam register induk perkara yang  bersangkutan.,gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa.tetapi jika perkara telah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya,maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dri tergugat (pasal 272,271 R,V)
Apabila perkara belum ditetapkan hari sidangnya maka gugatan dapat dicabut dengan surat. Pencabutan dapat pula dilakukan dengan lisan di muka sidang yang dicatat dalam berita acara persidangan. Apabila perkara dicabut maka hakim membuat “penerapan” bahwa perkara telah dicabut.pencabutan tersebut dicatat dalam register induk perkara yang bersangkutan pada kolom keterangan,yaitu bahwa perkara dicabut pada tanggal berapa. Apabila pencabutan dilakukan dalam sidang maka amarnya dicatat pada kolom amar putusan dalam register. Dan untuk ini berlaku sebagai putusan hakim pada umumnya.[8]
Dalam hal terjadi perubahan gugatan, hakim harus memberikan kesempatan kepada tergugat untuk membela kepentingannya. Oleh karena itu, pencabutan perkara di Peradilan Agama berpedoman kepada ketentuan yang terdapat dalam pasal 271 RV dengan tata cara sebagai berikut :
-          Yang mengajukan permohonan pencabutan perkara adalah penggugat/pemohon atau kuasanya.
-          Jika gugatan/permohonan belum dibacakan maka pencabutan gugatan/permohonan tidak perlu mendapat persetujuan tergugat/termohon.
-          Jika gugatan/permohonan sudah dibacakan dan tergugat/termohon telah memberikan jawaban,maka pencabutan gugatan/permohonan hanya dapat dilakukan apabila telah dapat izin dari tergugat.[9]















KESIMPULAN
Dalam perkara perdata, kedudukan hakim adalah sebagai penengah diantara pihak yang berperkara, ia perlu memeriksa (mendengar) dengan teliti terhadap pihak-pihak yang berselisih itu. Itu sebabnya pihak-pihak pada prinsipnya harus semua hadir di muka sidang. Berdasarkan prinsip ini maka di dalam HIR misalnya, diperkenankan memanggil yang kedua kali (dalam sidang pertama), sebelum ia memutus verstek atau digugurkan. Jika salah satu pihak berperkara meninggal dunia, maka akan digantikan oleh ahli warisnya terkecuali dalam kasus perceraian.
Perubahan dan pecabutan gugatan diperkenankan,asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir,perubahan bersifat menyempurnakan,menegaskan atau menjelaskan surat gugatan/permohonan dapat diijinkan,demikian dalam hal mengurangi gugatan. Dalam hal terjadi perubahan gugatan, hakim harus memberikan kesempatan kepada tergugat untuk membela kepentingannya.
Jika pada hari sidang yang telah ditentukan salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dan tidak mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap pada sidang tersebut, maka gugatannya dinyatakan gugur dan pengugat tersebut dihukum membayar biaya perkara. Namun demikian pengugat tersebut masih berhak memasukkan kembali gugutannya sekali lagi,setelah membayar biaya perkara tersebut.
















DAFTAR PUSTAKA

Arto,Mukti,praktek perkara perdata pada pengadilan agama.,yogyakarta pustaka pelajar 1996

Manan,Abdul.,Penerapan Hukum Acara Perdata.,Jakarta : Kencana 2005 Cet III.

Mertokusumo,Sudikno,Hukum Acara Perdata Indonesia ,Sh.Liberty yogyakarta 2006

Nasir,Muhammad Hukum Acara Perdata jakarta 2003 Djambatan

Rasyid ,Chatib dan Syaifuddin.,Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama.,Yogyakarta : UII Press 2009

Wahyudi ,Abdullah Tri.,Peradilan agama di indonesia, yogyakarta : pustaka pelajar 2004

Syahputra,Akmaluddin,Hukum Acara Perdata.Wal asri publishing,Medan 2008


[1] Drs.H.Chatib Rasyid SH.M.Hum,.Drs.Syaifuddin.SH,M.Hum,.Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama.,Yogyakarta : UII Press 2009 hal.81
[2] Abdullah Tri Wahyudi,S.Ag,SH.,Peradilan agama di indonesia, yogyakarta : pustaka pelajar2004,hal.150-151
[3] Akmaluddin Syahputra,M.Hum,Hukum Acara Perdata.Wal asri publishing,Medan 2008 hal.48
[4] Dr.H.Abdul Manan,SH.,S.Ip,M.Hum.,Penerapan Hukum Acara Perdata.,Jakarta : Kencana 2005 Cet III.,Hal.45
[5] Abdullah Tri Wahyudi,S.Ag,SH.,Peradilan agama di indonesia, yogyakarta : pustaka pelajar2004,hal.150-151
[6]  DR.Muhammad Nasir SH,M.S ,Hukum Acara Perdata jakarta 2003 Djambatan hal.105-106
[7] .Prof.Dr.Sudikno Merto kusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia ,Sh.Liberty yogyakarta 2006 Hal.104
[8] ,Drs.H.A Mukti Arto,SH,praktek perkara perdata pada pengadilan agama.,yogyakarta pustaka pelajar 1996 HAL 98-99
[9] Drs.H.Chatib Rasyid SH.M.Hum,.Drs.Syaifuddin.SH,M.Hum,.Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama.,Yogyakarta : UII Press 2009 hal.79

Tidak ada komentar:

Posting Komentar